Hai, apa kabarmu? Semoga baik dan sehat selalu.
Banyak orang hari-hari ini kabarnya campur aduk atau bahkan kacau balau. Penyebabnya adalah situasi yang yang berubah begitu cepat meskipun sudah lama diprediksi dan dikhawatirkan jauh-jauh hari.
Apa yang diprediksi dan dikhawatirkan pemerintah dan banyak peneliti itu datang. Penambahan kasus positif Covid-19 melonjak tajam dari titik awal kita semua mulai khawatir menjelang libur Lebaran.
Kita masih ingat, sulitnya menyampaikan kekhawatiran ini kepada mereka yang nekat hendak mudik Lebaran. Juga ketika kekhawatiran itu nyata-nyata datang hari-hari ini, tidak mudah juga memberi pemahaman.
Peningkatan tajam kasus terjadi sejak 7 Juni 2021 atau dua sampai tiga minggu setelah libur Lebaran. Sejak saat itu, jumlah kasus tidak pernah turun. Dari rata-rata kasus per minggu enam ribuan, naik tujuh ribuan hingga mendekati sepuluh ribuan dalam minggu ini.
Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 hingga Senin (21/6/2021) pukul 12.00, ada penambahan 14.536 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Angka ini merupakan penambahan Covid-19 harian tertinggi sejak pandemi, 2 Maret 2020. Penambahan itu membuat total kasus Covid-19 di Indonesia melewati angka dua juta kasus, persisnya mencapai 2.004.445 orang.
Jumlah total pasien meninggal karena Covid-19 mencapai 54.956 orang sejak awal pandemi. Pasien sembuh dalam sehari tercatat 9.233 orang.
Dengan penambahan jumlah pasien sembuh ini, total pasien yang sembuh dari Covid-19 mencapai 1.801.761 orang. Saat ini, tercatat 147.728 kasus aktif Covid-19 di Indonesia. Dengan tren yang terus naik, angka-angka ini akan bertambah menjauhi angka dua juta orang. Kita beharap lonjakan penambahan kasus ini bisa dikendalikan.
Namun, pengendalian lonjakan penambahan kasus tidak cukup hanya diharapkan. Perlu tindakan nyata sebagai konrtibusi kita. Kabar baiknya, ini bukan kali pertama. Yakinlah, kita bisa berkontribusi untuk melandaikan kurva.
Dengan cara apa? Cara sederhana yang disiplin kita lakukan sejak pandemi datang pertama-tama yaitu menerapkan protokol kesehatan.
Satu tahun lebih kita jalani hidup di masa pendemi seharusnya membangun kebiasaan baru. Memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir bukan lagi beban tetapi hal yang ringan dilakukan tanpa paksaan.
Dua juta orang. Angka yang secara psikologis membuka kesadaran akan bahaya. Kesadaran akan bahaya yang masih tinggi ini diharapkan menumbuhkan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan sebagai pencegahan.
Ini kontribusi paling minimal yang bisa kita lakukan secara nyata untuk melandaikan kurva. Mencegah paparan virus yang makin ganas dan beragam variannya, membatasi diri keluar rumah dan bertemu banyak orang adalah kontribusi berikutnya.
Membatasi mobilitas ini agak berat dan membuat suasana hati campur aduk atau rencana sedikit kacau balau. Tapi hal ini perlu dilakukan agar tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan punya ruang untuk menangani pasien yang membeludak jumlahnya.
Data keterisian kamar di rumah sakit karena lonjakan kasus ini sudah mendekati kapasitas maksimalnya. Di beberapa rumah sakit, dilema moral tenaga medis sudah dijumpai ketika harus memilih menyelamatkan pasien mana.
Karena keterbatasan tenaga, fasilitas dan daya dukungnya, semua nyawa berharga dan layak diselamatkan tidak berlaku begitu saja. Kita bisa merasakan kepedihan hati tenaga medis yang ada dalam dilema moral ini.
Mendapati situasi yang genting ini, pilihan bekerja dari rumah diambil banyak perusahaan untuk para pekerjanya. Kapasitas kantor yang semula dilonggarkan sampai 75 persen kapasitas diturunkan maksimal 25 persen saja.
Operasional pusat belanja dan pusat keramaian dibatasi jamnya. Beberapa memutuskan untuk menutup sementara. Sementara mereka yang abai dan melanggar ditutup paksa.